Minggu, 27 April 2014

BAB V

ARTIKEL STATISTIKA BAB V. Moment, Kemiringan dan Kurtosis



 ARTIKEL STATISTIKA
BAB V. MOMENT, KEMIRINGAN DAN KURTOSIS
Skewness and Kurtosis
Rata-rata dan ukuran penyebaran dapat menggambarkan distribusi data tetapi tidak cukup untuk menggambarkan sifat distribusi. Untuk dapat menggambarkan karakteristik dari suatu distribusi data, kita menggunakan konsep-konsep lain yang dikenal sebagai kemiringan (skewness) dan keruncingan (kurtosis).
Skewness
Kemiringan (skewness) berarti ketidaksimetrisan. Sebuah distribusi dikatakan simetris apabila nilai-nilainya tersebar merata disekitar nilai rata-ratanya. Sebagai contoh, distribusi data berikut simetris terhadap nilai rata-ratanya, 3.
x
1
2
3
4
5
 frek (f)
5
9
12
9
5
Pada contoh gambar berikut, distribusi data tidak simetris. Gambar pertama miring (menjulur) ke arah kiri dan gambar ke-2 miring ke arah kanan.



Pada distribusi data yang simetris, mean, median dan modus bernilai sama.


Beberapa langkah-langkah perhitungan digunakan untuk menyatakan arah dan tingkat kemiringan dari sebaran data. Langkah-langkah tersebut diperkenalkan oleh Pearson.
Koefisien kemiringan(Coefficient of Skewness):

Interpretasi: Untuk distribusi data yang simetris, Sk = 0. Apabila distribusi data menjulur ke kiri (negatively skewed), Sk bernilai negatif, dan apabila menjulur ke kanan (positively skewed), SK bernilai positif. Kisaran untuk SK antara -3 dan 3.
Ukuran kemiringan yang lain adalah koefisien β1 (baca 'beta-satu'):

dimana:
Interpretasi:
Distribusi dikatakan simetris apabila nilai b1 = 0. Skewness positif atau negatif tergantung pada nilai b1 apakah bernilai positif atau negatif.
Ukuran Skewness yang sering digunakan:
Skewness Populasi:





Skewness Sampel:



Source: D. N. Joanes and C. A. Gill. "Comparing Measures of Sample Skewness and Kurtosis". The Statistician 47(1):183–189.
atau formula berikut (MS Excel):

s = standar deviasi
NB: kedua formula di atas menghasilkan nilai skewness yang sama
Interpretasi:
Distribusi dikatakan simetris apabila nilai g1 = 0. Skewness positif atau negatif tergantung pada nilai g1 apakah bernilai positif atau negatif.
Menurut Bulmer, M. G., Principles of Statistics (Dover, 1979):
  • highly skewed: jika skewness kurang dari −1 atau lebih dari +1
  • moderately skewed: jika skewness antara −1 dan −½ atau antara +½ dan +1.
  • approximately symmetric: jika skewness is berada di antara −½ dan +½.
Kurtosis
Kurtosis merupakan ukuran untuk mengukur keruncingan distribusi data.



Distribusi pada gambar di atas semuanya simetris terhadap nilai rata-ratanya. Namun bentuk ketiganya tidak sama. Kurva berwarna biru dikenal sebagai mesokurtik (kurva normal), kurva berwarna merah dikenal sebagai leptokurtik (kurva runcing) dan kurva berwarna hijau dikenal sebagai platikurtik (kurva datar).
Kurtosis dihitung dengan menggunakan koefisien Pearson, β2 (baca 'beta - dua').



dimana:
Ukuran Kurtosis yang sering digunakan:
Kurtosis Populasi:



Kurtosis:
Excess Kurtosis: 

Kurtosis Sampel:



atau formula berikut (MS Excel):

s = standar deviasi
NB: Excel menggunakan nilai Excess Kurtosis. Hasil perhitungan dari kedua formula di atas, menghasilkan nilai yang sama
Interpretasi:
Distribusi dikatakan:
  • Mesokurtik (Normal) jika b2 = 3
  • Leptokurtik jika b2 > 3
  • platikurtik jika b2 < 3

Analisis Korelasi Product Moment dalam Statistika


Analisis korelasi merupakan salah satu teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih yang bersifat kuantitatif. Salah satu dari analisis korelasi tersebut adalah analisis korelasi product moment (Pearson). Variabel yang digunakan disini terbagi dua yaitu variabel bebas (x) dengan variabel terikat (y), dengan ketentuan data memiliki syarat-syarat tertentu.

Korelasi Pearson Product Moment (r) dapat diformulasikan sbb:



dengan ketentuan −1 ≤ r ≤ r . Dan interpretasi koefisien korelasi nilai r ini dapat dirangkum dalam tabel berikut:



Langkah-langkah yang diperlukan untuk uji korelasi Pearson Product Moment adalah sebagai berikut :
  1. Rumuskan hipotesis Ha dan Ho dalam bentuk kalimat.
  2. Rumuskan hipotesis Ha dan Ho dalam bentuk statistik.
  3. Buat tabel pembantu.
  4. Tentukan r
  5. Tentukan nilai KP
  6. Lakukan uji signifikansi.
  7. Tentukan α , dengan derajat bebas db = n − 2 .
  8. Tentukan konklusi

BAB VI

ARTIKEL STATISTIKA BAB VI. Distribusi Normal, Distribusi T, dan Distribusi F




ARTIKEL STATISTIKA
BAB VI. DISTRIBUSI NORMAL, DISTRIBUSI T, dan DISTRIBUSI F

DISTRIBUSI NORMAL

Distribusi normal adalah distribusi dari variabel acak kontinu.  Kadang-kadang distribusi normal disebut juga dengan distribusi Gauss.  Distribusi ini merupakan distribusi yang paling penting dan paling banyak digunakan di  bidang statistika.
Fungsi densitas distribusi normal diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:





p.normal

dimana
π = 3,1416
e = 2,7183
µ = rata-rata
σ = simpangan baku
Persamaan di atas bila dihitung dan diplot pada grafik akan terlihat seperti pada Gambar 1 berikut:




 kurva normal umum 
Gambar 1. kurva distribusi normal umum
Sifat-sifat penting distribusi normal adalah sebagai berikut:
1. Grafiknya selalu berada di atas sumbu x
2. Bentuknya simetris pada x = µ
3. Mempunyai satu buah modus, yaitu pada x = µ
4. Luas grafiknya sama dengan satu unit persegi, dengan rincian
a. Kira-kira 68% luasnya berada di antara daerah µ – σ dan µ + σ
b. Kira-kira 95% luasnya berada di antara daerah µ – 2σ dan µ + 2σ
c. Kira-kira 99% luasnya berada di antara daerah µ – 3σ dan µ + 3σ
Membuat kurva normal umum bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.  Lihat saja rumus untuk mencari fungsi densitasnya (nilai pada sumbu Y) begitu rumit.  Oleh karena itu, orang tidak banyak menggunakannya.
Orang lebih banyak menggunakan DISTIBUSI NORMAL BAKU.  Kurva distribusi normal baku diperoleh dari distribusi normal umum dengan cara transformasi nilai x menjadi nilai z, dengan formula sbb:

Kurva distribusi normal baku disajikan pada Gambar 2 berikut ini.



formula z



kurva normal baku ok

Gambar 2.  Kurva distribusi normal baku
Kurva distribusi normal baku lebih sederhana dibanding kurva normal umum.  Pada kurva distribusi normal baku, nilai µ = 0 dan nilai σ=1, sehingga terlihat lebih menyenangkan.  Namun, sifat-sifatnya persis sama dengan sifat-sifat distribusi normal umum.
Untuk keperluan praktis, para ahli statistika telah menyusun Tabel distribusi normal baku dan tabel tersebut dapat ditemukan hampir di semua buku teks Statistika.  Tabel distribusi normal bakui disebut juga dengan Tabel Z dan dapat digunakan untuk mencari peluang di bawah kurva normal secara umum, asal saja nilai µ dan σ diketahui. Sebagai catatan nilai µ dan σ dapat diganti masing-masing dengan nilai clip_image002 dan S.
 Distribusi t
Distribusi t merupakan salah satu pengembangan dari Distribusi z. Secara prinsip penggunaan Distribusi t digunakan untuk membandingkan rata-rata dari dua sampel. Rata-rata dua sampel tersebut dibandingkan untuk mengetahui apakah dua data tersebut mempunyai beda. Distribusi biasanya digunakan untuk data yang banyak sampelnya kurang dari sama dengan 30.


t di definisikan sebagai berikut:

Dari definisi nilai t di atas, ada beberapa nilai yang perlu kita ketahui:

sehingga inputan data di atas sebaiknya anda tahu.

Contoh ada nilai siswa sebagai berikut:


Nilai
66
40
75
64
65
71
66
81
65
50


Apakah nilai data tersebut rata-ratanya sama dengan data yang lain yang rata-ratanya 60?
Dari data di atas diperoleh nilai sebagai berikut:
Misalkan taraf signifikansinya 0.05, nilai derajat kebebasan data tersebut dk = 10 - 1 = 9. Dari tabel distribusi t didapatkan :


Sedangkan nilai t hitung bisa diperoleh dari :

Dari nilai tersebut diperoleh

Kesimpulannya data diatas tidak berbeda signifikan dengan data yang rata-rata populasinya 60.
Distribusi F (ANOVA)

            ANOVA kepanjangan dari Analysis of Variance. Distribusi yang ditemukan oleh seorang ahli statistika bernama R.A Fisher pada tahun 1920. Distribusi F (ANOVA) adalah prosedur statistika untuk menghitung apakah rata-rata hitung drai 3 populasi atau lebih sama atau tidak. Distribusi ini digunakan untuk menguji rata-rata dari tiga atau lebih populasi sekaligus untuk menentukan apakah rata-rata itu sama atau tidak.
            Distribusi F (ANOVA) terbagi menjadi 2 klasifikasi:
  1. Klasifikasi satu arah
Klasifikasi satu arah adalah sebuah klasifikasi pengmatan yang hanya didasarkan pada satu kriteria.

     2.  Klasifikasi dua arah 

Klasifikasi dua arah adalah suatu pengamatan yang didasarkan pada dua kriteria seperti varietas dan jenis pupuk.suatu pengamatan dapat diklasifikasikan menurut dua criteria dengan menyusun data tersebut menjadi baris dan kolom, kolom menyatakan kriterika klasifikasi yang satu sedangkan baris menyatakan criteria klasifikasi yang lainnya.
MOMEN, KEMENCENGAN DAN KURTOSIS



1.  PENDAHULUAN
Rata-rata dan varians sebenarnya merupakan hal istimewa dari kelompok ukuran
lain yang disebut momen. Dari momen ini pula beberapa ukuran lain dapat diturunkan.
Bentuk-bentuk sederhana  dari  momen  dan  ukuran-ukuran  yang didapat  daripadanya
akan diuraikan di dalam bab ini.


2.  MOMEN
Misalkan diberikan variable  x dengan harga-harga:  x1,  x2,  ….,  xn.  Jika  A  =
sebuah  bilangan tetap dan r = 0, 1, 2, ……., n, maka  momen ke-r  sekitar  A, disingkat
mr, didefinisikan oleh hubungan:



(1) ……………………………


 Σ(        )



Untuk A = 0 didapat momen ke-r sekitar nol atau disingkat momen ke-r:



(2) ……………………………


−     =



Dari  rumus  (2),  maka  untuk r  =  1  didapat  rata-rata  ̅ .  Jika  A  = ̅   kita  peroleh
momen ke-r sekitar rata-rata, biasa disingkat dengan mr. Jadi didapat:



(3) …………………………...


=(̅ )


Untuk r = 2, rumus (3) memberikan varians s2.
Untuk membedakan apakah momen itu untuk sampel atau untuk populasi, maka
dipakai simbul:
mr dan mr untuk momen sampel dan r dan r untuk momen populasi.
Jadi, mr dan mr adalah statistik sedangkan r dan r merupakanparameter.
Jika data telah disusun dalam daftar distribusi  frekuensi,  maka rumus-rumus di
atas berturut-turut berbentuk:



(4) ………………………..  

(5) ………………………..               

(6) ………………………..  


Σ    (         )

−     =

=(̅ )







dengan n = fi, xi = tanda kelas interval dan fi = frekuensi yang sesuai dengan xi.
Dengan menggunakan cara sandi, rumus 4 menjadi:



(7) ………………………

dengan, p = panjang kelas interval,  


=

ci = variable sandi.


 Dari      ,  harga-harga  mr  untuk beberapa  harga  r,  dapat ditentukan  berdasarkan
hubungan:


=         −   (     )


=         −  3
=         − 4


+ 2(      )
+ 6(       )



− 3(       )




Contoh: Untuk menghitung empat buah momen sekitar rata-rata untuk data dalam daftar
distribusi frekuensi, kita lakukan sebagai berikut.


DATA

60 – 62
63 – 65
66 – 68
69 – 71
72 - 74
Jumlah


fi
5
18
42
27
8
100


ci
-2
-1
0
1
2
-


fici
-10
-18
0
27
16
15




20
18
0
27
32
97




-40
-18
0
27
64
33




80
18
0
27
128
253





=


Dengan menggunakan rumus (7), maka:

= 3            = 0,45




=




= 3




= 8,73



=


= 3


= 8,91


=


= 3


= 204,93



Sehingga dengan menggunakan hubungan di atas:
=         −   (     ) = 8,73 −   (0,45) = 8,53.


=         −  3


+ 2(       ) = 8,91 − 3(0,45)(8,73) + 2(0,45) = −2,69


=         − 4


+ 6(       )


− 3(       )


= 204,93 − 4(0,45)(8,91) + 6(0,45) (8,73) − 3(0,45) = 199,38
Dari hasil ini, didapat varians s2 = m2 = 8,53.







3.  KEMENCENGAN
Kemencengan  atau kecondongan  (skewness)  adalah  tingkat ketidaksimetrisan
atau kejauhan simetri dari sebuah distribusi. Sebuah distribusi yang tidak simetris akan
memiliki  rata-rata,  median,  dan  modus  yang tidak sama  besarnya  (      ≠ Me  ≠  Mo),
sehingga distribusi akan terkonsentrasi pada salah satu sisi dan kurvanya akan menceng. 
Jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kanan daripada yang ke kiri
maka  distribusi  disebut  menceng ke  kanan  atau memiliki  kemencengan positif.
Sebaliknya,  jika  distribusi  memiliki  ekor  yang lebih panjang ke  kiri daripada  yang ke
kanan maka distribusi disebut menceng ke kiri atau memiliki kemencengan negatif.
Berikut  ini  gambar  kurva  dari  distribusi  yang menceng  ke  kanan (menceng
positif) dan menceng ke kiri (menceng negatif).










Mo         
 Gambar a  











Gambar 1









                   Mo
          Gambar b


Kemencengan Distribusi (a) Menceng ke kanan (b) Menceng ke kiri
Untuk mengetahui  bahwa  konsentrasi  distribusi  menceng  ke  kanan atau
menceng ke kiri, dapat digunakan metode-metode berikut :
1.    Koefisien Kemencengan Pearson
Koefisien Kemencengan Pearson merupakan nilai selisih rata-rata dengan modus
dibagi simpangan baku. Koefisien Kemencengan Pearson dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :
sk = koefisien kemencengan Pearson
Apabila secara empiris didapatkan hubungan antar nilai pusat sebagai :




= 3(     −       )


Maka rumus kemencengan di atas dapat diubah menjadi :
3(    −       )

Jika nilai sk dihubungkan dengan keadaan kurva maka :


1) sk = 0


kurva memiliki bentuk simetris;







2) sk> 0




3)  sk< 0




Contoh soal :






nilai-nilai terkonsentrasi pada  sisi sebelah kanan  (  terletak di  sebelah
kanan  Mo), sehingga kurva memiliki ekor memanjang ke kanan, kurva
menceng ke kanan atau menceng positif;
nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kiri (  terletak di sebelah kiri
Mo), sehingga kurva memiliki ekor memanjang ke kiri, kurva menceng
ke kiri atau menceng negatif.


Berikut ini adalah data nilai ujian statistik dari 40 mahasiswa sebuah universitas.
Nilai Ujian Statistika pada Semester 2, 2010


Nilai Ujian
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90
91 – 100
Jumlah


Frekuensi
4
3
5
8
11
7
2
40


a)  Tentukan nilai sk dan ujilah arah kemencengannya (gunakan kedua rumus tersebut) !
b) Gambarlah kurvanya !
Penyelesaian:



Nilai
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90
91 – 100
Jumlah


X
35,5
45,5
55,5
65,5
75,5
85,5
95,5


f
4
3
5
8
11
7
2
40


u
-4
-3
-2
-1
0
1
2


u2
16
9
4
1
0
1
4


fu
-16
-9
-10
-8
0
7
4
-32


fu2
64
27
20
8
0
7
8
134






  =      +       ∑     = 75,5 + 10





−32
40     = 75,5 − 8 = 67,5 




   =








1








= 10


134
40  −

1


−32
40       = 10 (1,62) = 16,2


  =      +


2    − (∑     ).= 60,5 +  2(40) − 12 . 10 = 60,5 + 10 = 70,5
8
4


  =     ++.                  = 70,5 +  4 + 5  . 10 = 70,5 + 4,44 = 74,94



a.




=  ,



,


,



=   −0,46


 Oleh  karena  nilai  sk-nya  negatif  (-0,46)  maka  kurvanya  menceng ke  kiri  atau
menceng negatif.
b.  Gambar kurvanya :

Kurva nilai ujian statistik
12
10

8

6

4
2

0


35


45


56


66

Gambar 2


76


86


96




2.    Koefisien Kemencengan Bowley


Kurva menceng ke kiri


Koefisien kemencengan Bowley berdasarkan pada hubungan kuartil-kuartil (Q1,
Q2 dan Q3) dari sebuah distribusi. Koefisien kemencengan Bowley dirumuskan :
(      −      ) − (       −      )
=



atau


(      −      ) + (       −      )


− 2      +
=


Keterangan : skB


=  koefisien kemencengan Bowley;


Q = kuartil







Koefisien  kemencengan  Bowley  sering juga  disebut  Kuartil Koefisien
Kemencengan.Apabila nilai skB dihubungkan dengan keadaan kurva, didapatkan :
1) Jika Q– Q> Q2 – Q1 maka distribusi akan menceng ke kanan atau menceng secara
positif.
2)  Jika Q3 – Q< Q2 – Q1  maka distribusi akan  menceng ke kiri atau menceng secara
negatif.
3) skB positif, berarti distribusi mencengke kanan.
4) skB negatif, nerarti distribusi menceng ke kiri.
5)  skB  =  ±  0,10 menggambarkan  distribusi  yang menceng  tidak berarti  dan skB>  0,30
menggambarkan kurva yang menceng berarti.
Contoh soal :
Tentukan kemencengan kurva dari distribusi frekuensi berikut :
Nilai Ujian Matematika Dasar I dari 111 mahasiswa, 1997


















Penyelesaian :


Nilai Ujian
20,00 – 29,99
30,00 – 39,99
40,00 – 49,99
50,00 – 59,99
60,00 – 69,99
70,00 – 79,99
Jumlah


Frekuensi
4
9
25
40
28
5
111


Kelas Q1 = kelas ke -3
1


=        +


4    − (∑     ).= 39,995 + 27,75 − 13  . 10 = 45,895
25


Kelas Q2 = kelas ke -4
1


=        +


2    − (∑     ).= 49,995 + 55,5 − 38  . 10 = 54,37
40



Kelas Q3 = kelas ke -5
3


=        +


4    − (∑     ).= 59,995 + 83,25 − 78  . 10 = 61,87
28







  =





− 2      +






=





61,87 − 2(54,37) + 45,895
61,87 − 45,895






= −0,06


Karena skB negatif (=−0,06) maka kurva menceng ke kiri dengan kemencengan
yang berarti.


3.    Koefisien Kemencengan Persentil
Koefisien Kemencengan Persentil didasarkan atas hubungan antar persentil (P90,
P50 dan P10) dari sebuah distribusi. Koefisien Kemencengan Persentil dirumuskan :
(       −       ) − (        −       )
=
Keterangan :
skP = koefisien kemecengan persentil  , P = persentil


4.    Keofisien Kemencengan Momen
Koefisien  Kemencengan  Momen  didasarkan  pada  perbandingan momen  ke-3
dengan  pangkat  tiga  simpang baku.  Koefisien  menencengan  momen dilambangkan
dengan α3. Koefisien kemencengan momen disebut juga kemencengan relatif.

Apabila nilai α3dihubungkan dengan keadaan kurva, didapatkan :
1) Untuk distribusi simetris (normal), nilai α3= 0,

2) Untuk distribusi menceng ke kanan, nilai α3 = positif,

3) Untuk distribusi menceng ke kiri, nilai α3= negatif,

4)  Menurut  Karl  Pearson,  distribusi  yang memiliki  nilai  α3>  ±0,50 adalah  distribusi

yang sangat menceng
5)  Menurut  Kenney  dan  Keeping,  nilai  α3  bervariasi  antara  ±  2 bagi  distribusi  yang
menceng.
Untuk mencari nilaiα3, dibedakan antara data tunggal dan data berkelompok.

a.  Untuk data tunggal
Koefisien Kemencengan Momen untuk data tunggal dirumuskan : 
1





α3 = koefisien kemencengan momen


=        =


2 ∑(    −    )







b.  Untuk data berkelompok
Koefisien kemencengan momen untuk data berkelompok dirumuskan :
1





atau


=        =


2 ∑(    −    )




=       =





− 3







+ 2





dalam pemakaiannya, rumus kedua lebih praktis dan lebih mudah perhitungannya.


5.  KERUNCINGAN ATAU KURTOSIS
Keruncingan atau kurrtosis adalah tingkat kepuncakan dari sebuah distribusi yang
biasanya diambil secararelatif terhadap suatu distribusi normal.
Berdasarkan  keruncingannya,  kurva  distribusi  dapat  dibedakan  atas  tiga macam,
yaitu sebagai berikut :
1)    Leptokurtik
Merupakan distribusi yang memiliki puncak relatif tinggi.
2)    Platikurtik
Merupakan distribusi yang memiliki puncak hampir mendatar
3)    Mesokurtik
Merupakan distribusi yang memiliki puncak tidak tinggi dan tidak mendatar
Bila distribusi merupakan distribusi simetris maka distribusi mesokurtik dianggap
sebagai distribusi normal.


             leptokurtik





      mesokurtik




   platikurtik


Gambar 3. Keruncingan Kurva







Untuk mengetahui  keruncingan  suatu distribusi,  ukuran  yang sering digunakan
adalah koefisien kurtosis persentil.
1.    Koefisien keruncingan
Koefisien keruncingan atau koefisien kurtosis dilambangkan dengan4(alpha 4).
Jika hasil perhitungan koefisien keruncingan diperoleh :
1) Nilai lebih kecil dari 3, maka distribusinya adalah distribusi pletikurtik
2) Nilai lebih besar dari 3, maka distibusinya adalah distribusi leptokurtik
3) Nilai yang sama dengan 3, maka distribusinya adalah distribusi mesokurtik
Untuk mencari  nilai  koefisien  keruncingan,  dibedakan antara  data tunggal  dan
data kelompok.
a.  Untuk data tunggal
1 ∑(    −    )
  =

Contoh soal:
Tentukan keruncingan kurva dari data 2, 3, 6, 8, 11 !
Penyelesaian : 
= 6;  s = 3,67
















1 ∑(    −    )




2
3
6
8
11
Jumlah
1
5978
















195,6


 -  
-4
-3
0
2
5
0


(   −   )
256
81
0
16
625
978


  =


                 = (3,67)=181,4 = 1,08


Karena nilainya 1,08 (lebih kecil dari 3) maka distribusinya adalah distribusi platikurtik.







b.  Untuk data kelompok





atau









  =







1 ∑(    −    )



 =




− 4






+ 6






− 3







2.    Koefisien Kurtosis Persentil
Koefisien  Kurtosis  Persentil  dilambangkan  dengan  K  (kappa). Untuk  distribusi
normal, nilai K = 0,263. Koefisien Kurtosis Persentil, dirumuskan :
1





Contoh soal :


=


2(−             )


Berikut  ini  disajikan  tabel  distribusi  frekuensi  dari  tinggi  100 mahasiswa
universitas XYZ.
a.  Tentukan koefisien kurtosis persentil (K) !
b.  Apakah distribusinya termasuk distribusi normal !
Tinggi Mahasiswa Universitas XYZ


















Penyelesaian :


Tinggi (inci)
60 – 62
63 – 65
66 – 68
69 – 71
72 - 74
Jumlah


frekuensi (f)
5
18
42
27
8
100


  Kelas Q1 = kelas ke-3
1.



1.100


=       +


4   − (∑     ).= 65,5 +


4     − 23
42


. 3 = 65,64







  Kelas Q3 = kelas ke-4
3.







3.100


=       +


4   − (∑     ).= 68,5 +


4     − 65
27


. 3 = 69,61


  Kelas P10 = kelas ke-2
10.



10.100


=         +


100 − (∑        ).= 62,5 +


100    − 5
18


. 3 = 63,33


  Kelas P90 = kelas ke-4
90.



90.100


=         +


100  − (∑       ).= 68,5 +


100    − 65
27


. 3 = 71,28




1


Koefisien kurtosis persentil (K) adalah :
1


=


2(−             )


=


2 (69,61 − 65,64)
71,28 − 63,33      = 0,25


Karena nilai K = 0,25 (K<0,263) maka distribusinya bukan distribusi normal.